Desa Selong Belanak sebelumnya adalah bagian dari Wilayah Desa Mangkung, pemekaran Desa terjadi sekitar tahun 1996, Dusun Tomang-omang masuk menjadi wilaya Desa Selong Belanak Kecamatan Praya Barat Kab. Lombok Tengah. Pembebasan tanah di Dusun Tomang-omang Desa Selong Belanak Lombok Tengah berawal sekitar tahun 1990/1991 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk. I Nusa Tenggara Barat No. 495 Tahun 1990 Tanggal 24 November 1990 tentang Penetapan Pembagian Lot bagi para investor di Kawasan Pariwisata Selong Belanak Kabupaten Dati II Lombok Tengah yang dibagi menjadi 10 Lot. Untuk Wilayah Tomang-omang Desa Selong Belanak dibagi menjadi 2 (Dua) Lot. Lot I untuk PT. Lombok Permai dengan Luas 6,83 Ha. Lot II untuk PT. Pesik Internasional dengan Luas 6,15 Ha. Pembebasan tanah yang dilakukan oleh Kedua PT tersebut diatas berjalan sekitar Dua tahun dengan melibatkan Kepala Dusun, Kepala Desa, Sedahan Kecamatan dan rata-rata bertindak sebagai calo tanah, Pembayaran awal berdasarkan SPPT, Pipil dan suarat-surat lainnya dan akan di lunasi setelah dilakukan pengukuran atas tanah yang diperjual belikan akan tetapi pengukuran tidak segera dilakukan, baru diukur beberapa tahun kemudiam setelah dipindah tangan lagi kepada PT. Esa Swardana Tani oleh pembeli sebelumnya, yang disayangkan oleh masyarakat adalah hasil pengukuran tersebut tidak diberikan kepada pemilik tanah yang diukur. Pada sekitar tahun 1997-1998 PT. Esa Swardana Thani melakukan pembebasan tanah dari beberapa masyarakat Tomang-omang dengan kesepakatan harga pada saat itu adalah Rp. 100.000/are dengan sistem pembayaran panjar dan akan dilunasi setelah selesai pengukuran. Pengukuran di lakukan sekitar tahun 1998 tetapi tanah-tanah yang sudah dipanjar tidak segera dilunasi bahkan masyarakat pemilik dikasih tau secara lisan tanpa ditunjukkan hasil ukur bahwa tanah yang mereka jual rata-rata luasnya kurang dari nilai uang panjar yang sudah diterima, masyarakat terus menuntut agar ditunjukka hasil ukur karena masyarakat merasa tidak puas hanya diberitahu secara lisan tetapi tidak pernah ditanggapi, masyarakatpun tetap bertahan terhadap fisik tanah dan menggarapnya secara terus menerus, PT. Esa Swardana Thani merasa kesulitan menguasai tanah tersebut sehingga mediasipun sering dilakukan tetapi tidak pernah ada solusi. Selain tanah yang sudah dibebaskan dan belum dilunasi muncul lagi masalah baru yaitu tanah masyarakat yang tidak pernah dibebaskan sama sekali ternyata masuk didalam sertifikat HGB nomor 1 Selong Belanak 1999 secara global seluas 1.000.035.000 m2 ( Satu Juta Tiga Puluh Lima Ribu Meter Persegi ) dan Sertifikat HP nomor 1 Selong Belanak 1999 seluas 567.000 m2 ( Lima Ratus Enam Puluh Tujuh Ribu Meter Persegi ). Sertifikat tersebut baru diketahui oleh masyarakat sekitar tahun 2010 setelah beberapa masyarakat mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat di BPN Lombok Tengah dan ditolak, menurut keterangan dari BPN Lombok Tengah seluruh tanah yang terletak di Dusun Tomang-omang tidak bisa dimohonkan penerbitan sertifikat karena sudah bersertifikat atas nama PT. Esa Swardana Thani, setelah masyarakat mengetahui tanahnya sudah disertifikat akhirnya masyarakatpun menuntut agar tanahnya dikeluarkan dari sertifikat, karena gencarnya tuntutan dari masyarakat secara terus menerus dan bahkan PT. Esa Swardana Tani sempat dilarang masuk ke tomang-omang oleh warga, karena merasa terpojok maka sekitar tahun 2016 PT. Esa Swardana Tani melakukan kerjasama dengan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Majlis Adat Sasak (MAS) sebagai perpanjangan tangan untuk Penyelesaian masalah dengan langkah awal adalah pendataan jenis masalah atas tanah masyarakat dan masyarakat menerima dengan senang hati. Dari hasil pendataan tersebut ditemukan beberapa jenis masalah diantaranya adalah;
1. Tanah yang tidak pernah diperjual belikan sama sekali oleh pemilik tetapi masuk didalam sertifikat HGB dan HP atas nama PT. Esa Swardana Tani.
2. Tanah yang tidak pernah dijual oleh pemilik tetapi dijual oleh orang lain.
3. Tanah yang sudah dijual tetapi belum dilunasi.
4. Tanah yang tidak pernah diperjual belikan tetapi digabung dengan tanah orang lain yang sudah dijual dengan cara menghilangkan batas tanah yang sebenarnya berdasarkan fakta fisik tanah sehingga luas jual beli berbeda sengan luas fisik tanah.
5. Pada sekitar bulan juni tahun 2017 sebagai tindak lanjut dari pendataan jenis kasus PT. Esa Swardana Tani melalui LSM Majlis Adat Sasak memberikan taliasih kepada eks pemilik tanah yang tidak bersengketa
Berlanjut...!
Tambahkan komentar